Review Webinar “Mengenali Dampak Inner Child dalam Komunikasi Relasi”


Pernah nggak merasa cemas, takut, tidak percaya diri saat menjalin komunikasi dengan relasi? Atau punya emosi yang tidak terkontrol, sulit memaafkan saat sedang berkonflik dengan relasi? Jika iya, berarti ada inner child di diri kita. Luka masa lalu yang belum selesai, ketika dewasa mempengaruhi pembentukan perilaku seseorang.

Apa sih Inner Child itu?
Sisi kepribadian seseorang yang terbentuk dari pengalaman masa kecil atau sosok anak kecil yang masih melekat dalam diri orang dewasa. Inner Child erat kaitannya dengan luka pengasuhan di masa lalu. Pernah tersakiti, terluka, tidak dipercaya, merasa tidak dicintai. 

Luka pengasuhan ini bukan hanya dari orang tua. Bisa muncul dari orang di sekeliling kita. Inner Child harus diselesaikan karena menetap di jiwa bawah sadar. Memunculkan perasaan, pikiran dan perilaku negatif, bisa mempengaruhi pembuatan keputusan dan bagaimana merespon masalah, menghambat perkembangan diri sewaktu dewasa, sering muncul dan mengambil alih kendali dalam orang dewasa. Memori yang terekam di masa kecil inilah yang mempengaruhi watak, emosi, habits dan yang lainnya.

Mengenal Diri Dari Pengalaman Saat Dini

Sebelum membahas tentang penyembuhan luka di masa lalu. Tahapan awal yang harus dilakukan adalah mengenal diri sendiri.
Pertama, Mengenal latar belakang diri dan keluarga.
Siapa saya? Berasal dari suku apa? Kemudian agama, pekerjaan, status sosial dan ekonomi, pendidikan dan kewarganegaraan sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak di lingkungan keluarga. Jika anak terlahir dari orang tua yang bebeda suku, maka anak akan mengenal beragam pola interaksi sesuai norma, nilai, aturan antara orangtua atau pengasuh, keluarga besar, tetangga, guru, dan komunitas sosial lainnya.

Kedua, memahami pengaruh keluarga terhadap identitas budaya.
Anak yang lahir dan besar di keluarga jawa tentu berbeda dengan yang besar di keluarga Padang. Budaya mempengaruhi pola asuh anak. Kebiasan-kebiasan yang berlaku dalam keluarga membentuk karakter anak.

Ketiga, mengindentifikasi emosi dan perilaku saat berelasi.

Peran Orangtua membentuk Keluarga Harmonis

Keluarga yang harmonis tidak begitu saja tercipta dalam keluarga. Perlu diusahakan. Pasangan suami isteri saling bersinergi, komitmen untuk mewujudkan impian harmonis. Yang seharusnya orang tua lakukan adalah:

Safe Haven and Secure Base, orang tua sebagai penyedia utaman kenyamanan dan keamanan anak.
Discipline, menjadi figure yang responsif terhadap kebutuhan anak.
Guidance, membangun hubungan yang hangat dan dekat dengan mendengarkan pesan menghargai opini anak. Ini sangat penting, anak akan terbiasa mencurahkan perasaannya kepada orang tua. Anak merasa nyaman bercerita. Tidak takut dimarahi.

Bagaimana jika sebaliknya? Keluarga menjadi sumber suka atau duka?
Anak akan mengalami kejadian tidak menyenangkan saat kecil yang terjadi secara berulang. Seperti perceraian orang tua, KDRT, pengabaian, perudungan atau dukungan yang berlebihan. Dampak bagi anak luar biasa, memunculkan inner child. Jika tidak terselesaikan, ketika dewasa banyak memunculkan perilaku negatif. Gampang putus asa, ada masalah berat ingin mengakhiri hidupnya. Yang besar di keluarga broken home bisa menyebabkan trauma berumah tangga, tidak percaya dengan laki-laki. Yang terbiasa dididik dengan keras, kelak ketika mempunyai anak. Cenderung melakukan estafet pola kekerasan pada anaknya. Memutus rantai pola asuh yang tidak baik itu harus dilakukan. Kemudian menggantinya dengan pola asuh yang tepat untuk mendidik anak-anak. Tentunya menemukan pasangan hidup yang sevisi agar memudahkan membuat aturan.

Solusi mengatasinya?
Menyadari bahwa semua orang punya inner child. Mengajak ngobrol sisi anak dalam diri kita mempercepat proses penyembuhan luka di masa lalu. Jalin komunikasi dengan inner child sendiri dengan diiringi dengan musik relaksasi. Ambil napas dalam-dalam, kemudian lepaskan pada hitungan perlahan. Dalam kondisi tenang dan mata terpejam, biarkan inner child keluar dari tubuh dan peluklah. Mulai tanyakan, apa maunya.

Memahami dengan menelusuri pengalaman yang tidak menyenangkan, apa yang terjadi pada saya dan keluarga saya?
Ketidakpuasan pada kondisi diri, apa yang dirasakan saat ini?
Kompensasi diri dengan prestasi, bagaimana menyikapi pengalaman tersebut?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil StarLova Books

Antologi Cerpen : I'm Grateful